Masa kecilku sungguh menyenangkan. Aku selalu menghabiskan waktu untuk bercanda dan bermain bersama teman-temanku. Pada waktu itu cukup banyak anak-anak seusiaku. Aku hampir setiap hari bermain dengan mereka meskipun temanku sebagian besar anak laki-laki.
Waktu itu aku duduk di bangku Sekolah Dasar yang tak jauh dari rumahku. Setiap kali pulang sekolah, aku selalu berganti pakaian lalu makan. Selesai makan, tak lama kemudian terdengar suara teman-temanku memanggil namaku. Mereka mengajakku bermain bersama. Aku dan teman-teman selalu mengajak teman yang lain untuk bermain. Kami selalu menghampirinya dan memanggil namanya dengan nada yang khas waktu itu.
Waktu itu aku duduk di bangku Sekolah Dasar yang tak jauh dari rumahku. Setiap kali pulang sekolah, aku selalu berganti pakaian lalu makan. Selesai makan, tak lama kemudian terdengar suara teman-temanku memanggil namaku. Mereka mengajakku bermain bersama. Aku dan teman-teman selalu mengajak teman yang lain untuk bermain. Kami selalu menghampirinya dan memanggil namanya dengan nada yang khas waktu itu.
Aku dan temanku menuju kebun yang cukup luas, rindang dan udaranya segar. Kebun itu adalah milik mbah Warto. Hampir setiap hari di kebun itu banyak anak yang berkumpul untuk bermain bersama. Suara riuh dan celoteh anak-anak selalu terdengar di sana. Mbah Warto senang karena kebunnya ramai.
Aku dan teman-temanku bermain sepak sekong. Sepak sekong adalah
permaian yang sangat populer waktu itu di kalangan anak seusiaku. Permaian sepak sekong tidak membutuhkan biaya dalam bermain. Alat yang digunakan adalah sabut kelapa dan pecahan genteng. Kami menyebut pecahan genteng itu dengan nama gacuk. Setiap anak memiliki pecahan genteng andalan yang dirasa itu bersahabat dan membawa keberuntungan baginya. Sabut kelapa diletakkan di suatu lingkaran, anak-anak yang bermain melemparkan pecahan genteng dari jarak yang ditentukan. Anak yang melemparkan pecahan genteng paling jauh dari sabut kelapa, maka akan mencari teman-teman lain yang bersembunyi.
Teman-temanku cukup unik dan kreatif. Ada yang bertukar kaos agar si penjaga salah menebak, ada juga yang bersembunyi di balik rimbunnya pohon bambu, di atas kandang sapi, di balik alang-alang dan sebagainya. Sungguh menyenangkan sekali. Gatal dan luka-luka kecil sering kali aku alami. Semua itu tidak membuatku menyerah dan tidak menyurutkan rasa bahagiaku. Kami seakan-akan berimajinasi sebagi seorang detektif. Aku dan teman-temanku tidak merasa bosan dalam bermain. Ketika lapar atau haus, kami pulang sebentar lalu kembali lagi. Kami bermain sampai sore. Aku dan temanku pulang ketika ibu kami sudah datang dan berkata : "le, nok wis sore gek mulih adus!" (hai nak, sudah sore ayo pulang mandi). Jika sudah mendengar suara itu kami baru mengakhiri permainan dan bergegas pulang ke rumah masing-masing.
Aku dan teman-temanku bermain sepak sekong. Sepak sekong adalah
permaian yang sangat populer waktu itu di kalangan anak seusiaku. Permaian sepak sekong tidak membutuhkan biaya dalam bermain. Alat yang digunakan adalah sabut kelapa dan pecahan genteng. Kami menyebut pecahan genteng itu dengan nama gacuk. Setiap anak memiliki pecahan genteng andalan yang dirasa itu bersahabat dan membawa keberuntungan baginya. Sabut kelapa diletakkan di suatu lingkaran, anak-anak yang bermain melemparkan pecahan genteng dari jarak yang ditentukan. Anak yang melemparkan pecahan genteng paling jauh dari sabut kelapa, maka akan mencari teman-teman lain yang bersembunyi.
Teman-temanku cukup unik dan kreatif. Ada yang bertukar kaos agar si penjaga salah menebak, ada juga yang bersembunyi di balik rimbunnya pohon bambu, di atas kandang sapi, di balik alang-alang dan sebagainya. Sungguh menyenangkan sekali. Gatal dan luka-luka kecil sering kali aku alami. Semua itu tidak membuatku menyerah dan tidak menyurutkan rasa bahagiaku. Kami seakan-akan berimajinasi sebagi seorang detektif. Aku dan teman-temanku tidak merasa bosan dalam bermain. Ketika lapar atau haus, kami pulang sebentar lalu kembali lagi. Kami bermain sampai sore. Aku dan temanku pulang ketika ibu kami sudah datang dan berkata : "le, nok wis sore gek mulih adus!" (hai nak, sudah sore ayo pulang mandi). Jika sudah mendengar suara itu kami baru mengakhiri permainan dan bergegas pulang ke rumah masing-masing.
Saat aku duduk di bangku perkuliahan, dalam mata kuliah psikologi bermain aku disuruh menganalisis permainan tradisional. Saat itu aku teringat akan permainan kesayanganku ketika masih kecil, sepak sekong. Pada waktu itu diminta untuk mempresentasikan di depan teman kuliah dan dosen. Permainan ini cukup menyita perhatian dan mengundang tawa. Sebagian besar temanku termasuk dosen belum mengenal permainan itu. Semua tertarik mendengarnya. Permainan yang murah, kreatif dan menghibur...^.^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar